Soal UMP 2023 Pakai PP 36/2021 Buruh Tolak Keras Putusan Menaker

Berita Orbit, Jakarta – Buruh menolak keputusan pemerintah menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 sebagai acuan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2023.

Pasalnya, beleid tersebut merupakan turunan dari Undang-undang Cipta Kerja yang dinilai bersifat inkonstitusional atau tidak sah di mata hukum.

Ketua Umum Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Nining Elitos menilai jika pemerintah memaksa menggunakan aturan yang cacat, artinya pemerintah tak memiliki perspektif bagaimana melindungi dan meningkatkan kesejahteraan buruh.

“Padahal mandat dari konstitusi negara itu adalah bagaimana menjamin kepastian kerja dan pendapatan yang layak bagi kemanusiaan,” kata Nining, Kamis (10/11).

Menurut Nining, PP 36/2021 juga menjauhkan buruh dari upah dan kehidupan yang layak. Sebab, menggunakan skema dalam aturan tersebut, kenaikan UMP akan sangat kecil.

Baca Juga  Adem, Dokter Reisa Bicara Soal Vaksinasi Corona: Dengan 3M, Vaksin Jadi Senjata Ampuh

Padahal, ia melihat kenaikan upah buruh dengan kondisi saat ini harusnya bisa mencapai 30 persen.

“Apalagi dengan berbagai kenaikan kebutuhan pokok, kenaikan listrik,kenaikan BBM bahkan kenaikan PPN 11 persen berimbas kepada semua kebutuhan hidup termasuk harga kos/kontrak rumah sedangkan upah buruh semakin dikikis,” ujarnya.

Senada, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengungkapkan jika perhitungan UMP 2023 berdasarkan PP 36, maka kenaikan hanya berkisar 2-4 persen. Hal itu tentu tidak mencerminkan kondisi saat ini, di mana berbagai harga barang naik.

“Jadi yang dipakai harusnya rumus kenaikan UMP adalah (PP 78/2015) inflasi plus pertumbuhan ekonomi, yaitu sebesar 13 persen,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *