MUI Sebut Negara Berubah Jadi Monster Di Desa Wadas
Berita Orbit, Jakarta – Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menyesalkan aksi represif aparat kepolisian kepada warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Purworejo, Jawa Tengah yang menolak penambangan batu andesit untuk proyek Bendungan Bener.
Menurutnya, negara yang semestinya menjadi sosok lembut nan mengayomi justru berubah jadi monster bagi rakyatnya.
“Hal ini tentu jelas sangat kita sesalkan dan sangat tidak kita inginkan. Karena dalam hal ini negara yang semestinya menampakkan sosok yang lembut dan mengayomi, tapi wajahnya malah sudah berubah menjadi monster,” kata Anwar Abbas dalam keterangan tertulis pada Kamis 10 Februari 2022.
Anwar mengingatkan, pembangunan termasuk pembangunan waduk dan tambang, harus digelar untuk kepentingan warga, bukan justru warga yang dikorbankan untuk pembangunan.
Anwar menjelaskan polisi semestinya bekerja menciptakan suasana aman, tentram, dan damai bagi masyarakat. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Menurutnya, tindakan kepolisian beberapa hari lalu bisa dikategorikan sebagai terror by the state atau teror oleh negara.
“Tindakan yang seperti ini dalam bahasa buku bisa dimasukkan ke dalam kategori teror by the state, di mana yang melakukan dan menciptakan teror dan ketakutan di tengah masyarakat itu bukanlah individu dan atau jaringan teroris tapi adalah negara. Tempat dimana mereka sendiri tinggal,” kata dia.
Anwar meminta masalah di Desa Wadas harus diselesaikan dengan pendekatan kearifan. Jika aksi aparat kemarin tidak dievaluasi, maka akan timbul gesekan tajam di tengah masyarakat.
“Langkah dan tindakan yang ditempuh oleh pemerintah hendaknya jangan dengan mengedepankan security atau power approach, tapi dengan mengedepankan pendekatan musyawarah dan dialog agar semua pihak merasa enak dan merasa perlu untuk menyukseskan pembangunan tersebut,” tandasnya.
Tindakan Polisi Di Desa Wadas Tidak Cerminkan Visi “Presisi”
Pada Selasa 8 Februari 2022, petugas Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWS SO) dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) hendak melakukan pengukuran tanah terkait proyek pembangunan Bendungan Bener untuk di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Purworejo, Jawa Tengah. Selain pembangunan bendungan, di Desa Wadas juga diproyeksikan menjadi tambang batu andesit
Namun, warga yang menolak tambang dan bendungan melakukan aksi demonstrasi dan menolak pengukuran tersebut. Mereka menganggap lahan itu adalah sumber penghidupan mereka yang apabila diambil untuk pertambangan maka sama artinya merenggut hidup mereka.
Akibatnya, kericuhan antara kepolisian dan warga tak terelakkan. Sekitar 64 warga ditangkap oleh kepolisian diduga tanpa alasan yang patut.
Anggota Komisi III DPR RI Taufik Basari buka suara atas tindakan tersebut. Dia menyayangkan tindakan represif yang dilakukan polisi kepada warga Wadas.
Menurutnya, pendekatan represif yang dipakai oleh aparat Polres Purworejo dalam mengamankan proses pengukuran lahan bendungan di Desa Wadas tidak sejalan dengan program Presisi yang dicanangkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
“Saya menyayangkan terjadinya peristiwa di Desa Wadas yang menimbulkan kritikan publik saat dilakukannya pengukuran oleh Badan Pertanahan Nasional. Pendekatan rperesif dalam melakukan pengamanan terkait pelaksanaan pengukuran tersebut tidak sejalan dengan program Presisi dari Kapolri,” kata politikus Nasdem tersebut di Jakarta pada Rabu 9 Februari 2022.
Menurutnya, anggota Polri harus menjaga warga agar merasa aman dalam proses pengukuran tersebut, bukan malah menekan warga hingga merasa takut akibat kehadiran mereka. Karenanya, Polri harus mengedepankan langkah dialog dan persuasif dalam melaksanakan tugasnya.
Jika ada upaya paksa yang hendak dilakukan, maka harus mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
“Setiap upaya paksa yang dilakukan kepolisian seperti penangkapan, penyitaan, penahanan harus sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Saya meminta kepolisian melakukan dialog dengan para tokoh masyarakat untuk memulihkan keadaan,” kata dia.