PT BCPM Beri Tanggapan Soal Tuntutan Warga Buleleng

oleh -71 Dilihat

Berita Orbit, Morowali- Sampai saat ini masyarakat Desa Buleleng, Kecamatan Bungku Pesisir, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah masih melakukan aksi tuntutan kepada pihak Perusahaan Pertambangan Nikel PT Bima Cakra Perkasa Mineralindo atau PT BCPM, namun lahan yang disengketakan diduga dibekingi oleh mafia tanah yang menghambat investasi serta pembangunan berkelanjutan.

Dilansir dari Metrosulteng, lantas seperti apa kronologis awal mulanya muncul permasalahan ini? Dari hasil konfirmasi kepada pihak manajemen PT BCPM melalui humas perusahaan Hadi, menyampaikan beberapa hal diantaranya:

1. PT Bima Cakra Perkasa Mineralindo (BCPM) pada tahun 2019 bersepakat dengan Desa Laroenai bahwa tali asih lahan yang berada didalam wilayah administrasi Desa Laroenai seluas 149 Ha dilakukan dalam 3 (tiga) tahap dengan total pembayaran Rp.7.450.000.000,- (tujuh milyar empat ratus lima puluh juta rupiah).

2. Disaat BCPM akan melakukan pelunasan atau tahap 3 (tiga) senilai Rp. 2.000.000.000,- (dua miliar rupiah) muncul klaim dari pihak Desa Buleleng yang menyatakan bahwa ada SHM yang terbit di sebagian wilayah administrasi Desa Laroenai.

Dari sinilah, Hadi menyebutkan, awal mula muncul permasalahan hukum dimana terjadinya perebutan obyek lahan yang sama antara Desa Buleleng yang mengklaim adanya SHM di lahan tersebut, kemudian Desa Laroenai yang memiliki wilayah administrasi desa serta petani penggarap yang menguasai fisik lahan beserta tanam tumbuhnya.

“Pada awalnya BCPM menerima klaim dari Desa Buleleng yaitu kepemilikan SHM sebagai alas hak dari lahan yang dimintakan ganti ruginya kepada BCPM walaupun SHM tersebut terbit di Kawasan Hutan sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor.SK.869/Menhut-II/2014 tanggal 29 September 2014 tentang Peta Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan Provinsi Sulawesi Tengah dan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor.SK.8113/MENLHK-PKTL/KUH/PLA.2/11/2018 tanggal 23 November 2018 tentang Peta Perkembangan Pengukuhan Kawasan Hutan Provinsi Sulawesi Tengah sampai dengan tahun 2017,” terang Hadi, Selasa (18/10/22).

Namun kata dia, tanpa diduga sebagian masyarakat melakukan pengecekan di Kantor Wilayah ATR-BPN Provinsi Sulawesi Tengah, dan sungguh mengejutkan ditemukan fakta yuridis ternyata SHM yang merupakan program pemerintah (PPAN) itu terbit tidak sesuai dengan peruntukan Tata Ruang dan Wilayah.

Kemudian SHM tersebut peruntukannya ditujukan untuk kebun dan pertanian, serta diduga penerbitan SHM menggunakan data-data palsu seperti (contoh : ada beberapa nama di SHM memiliki KTP, namun tidak pernah ada subyek hukumnya serta banyak nama-nama keluarga BPN yang menjadi pemilik SHM dimana seharusnya PPAN tersebut ditujukan untuk masyarakat Desa Buleleng) yang kemudian pada akhirnya masyarakat sendirilah yang melaporkan ke Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah, adanya dugaan keterlibatan jaringan mafia tanah.

“Legal standing BCPM adalah membantu dan mendukung Pemerintah dalam hal memberantas Mafia Tanah yang menghancurkan iklim investasi dengan mendukung proses hukum yang sedang berjalan,” terangnya. (***)

Baca Juga  Pasien Pertama Cacar Monyet di Indonesia Sembuh

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.