Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menunjukkan komitmennya dalam mendukung program Asta Cita Presiden Prabowo Subianto melalui upaya pemulangan Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Kamboja. Polri menegaskan kesiapannya untuk mengerahkan upaya maksimal demi memberikan perlindungan kepada seluruh warga negara Indonesia.
Dukungan Terhadap Asta Cita Presiden
Penegasan ini disampaikan oleh Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri, Komisaris Jenderal Polisi Syahardiantono, dalam sebuah konferensi pers yang digelar di Markas Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, pada Jumat (26/12/2025) malam. Komjen Syahar menjelaskan bahwa proses pemulangan para WNI ini dioperasikan oleh Desk Ketenagakerjaan Polri.
“Dalam hal ini, Polri hadir untuk memastikan supremasi hukum dan bersama stakeholder lainnya melakukan perlindungan maksimal bagi warga negara dari segala bentuk eksploitasi dan kejahatan tindak pidana perdagangan orang,” ujar Komjen Syahar.
Lebih lanjut, Komjen Syahar mengaitkan langkah pemulangan WNI tersebut dengan poin ke-7 dari Asta Cita Presiden, yang berfokus pada penguatan formasi politik, hukum, dan birokrasi, serta peningkatan upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi serta narkoba.
“Langkah ini merupakan implementasi langsung dari arahan Bapak Presiden yang tertuang dalam Asta Cita poin ke-7,” tegas Komjen Syahar.
Modus Penipuan dan Iming-iming Gaji Tinggi
Proses pemulangan sembilan WNI yang menjadi korban TPPO ini dilaksanakan pada Jumat (26/12/2025) malam. Komjen Syahar mengapresiasi keberhasilan pemulangan ini berkat kerja sama yang solid antara Kementerian Luar Negeri, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Phnom Penh, dan Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KemenP2MI).
Ia mengungkapkan bahwa para korban awalnya dijebak dan diiming-imingi oleh para pelaku dengan tawaran pekerjaan yang menggiurkan. Oleh karena itu, ia mengimbau masyarakat agar tidak mudah percaya pada tipu daya para pelaku.
“Apalagi tadi disampaikan masih ada beberapa TKI kita di sana. Inilah tantangan kita, jadi ya masih banyak yang mudah tergiur, tertipu dengan ini sebenarnya kan awal mulanya modus menipu,” tutur Komjen Syahar.
“Modus menipu yang dipekerjakan dengan gaji yang tinggi segala macam segala macam. Tapi akhirnya di sana tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan. Gajinya juga tidak besar, tidak sesuai dengan janji kerjaannya,” lanjutnya.
Tindak Lanjut Laporan dan Viral di Media Sosial
Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Polisi Mohammad Irhamni, menjelaskan bahwa pemulangan ini merupakan tindak lanjut dari laporan yang diterima pihaknya pada Senin (8/12/2025). Selain itu, informasi mengenai sembilan WNI yang menjadi korban TPPO ini juga sempat viral di media sosial.
“Berdasarkan laporan pengaduan masyarakat, dalam hal ini orang tua korban, yang diterima oleh Desk Ketenagakerjaan Polri, serta informasi dari media sosial tentang adanya dugaan tindak pidana perdagangan orang terhadap warga negara Indonesia yang dipaksa bekerja sebagai admin judi online atau scammer, serta mengalami kekerasan fisik,” kata Brigjen Irhamni.
“Para korban juga sempat membuat video viral di media sosial terkait unggahan para korban yang memohon bantuan agar bisa dipulangkan ke Indonesia,” sambungnya.
Koordinasi Lintas Instansi dan Evakuasi Korban
Berdasarkan laporan tersebut, pada 15 Desember 2025, Desk Ketenagakerjaan Polri berkoordinasi dengan Direktorat Perlindungan Perempuan dan Anak/Perdagangan Orang dan Kekerasan (PPA/PPO), Divisi Hubungan Internasional Polri, serta Kementerian Luar Negeri. Tim kemudian diberangkatkan ke Kamboja untuk melakukan koordinasi dengan KBRI Phnom Penh.
Hasil pendalaman menunjukkan bahwa sembilan korban berhasil dievakuasi dan berada di bawah perlindungan KBRI Phnom Penh di Kamboja. Penyelidik selanjutnya berkoordinasi dengan otoritas imigrasi Kamboja agar para korban segera dipulangkan ke Indonesia.
“Dari hasil koordinasi dan penyelidikan ditemukan sembilan korban, yang di antaranya tiga orang perempuan dan enam orang laki-laki yang berasal dari wilayah Jawa Barat, Jakarta, Sumatera Utara, dan Sulawesi Tenggara,” ungkap Brigjen Irhamni.
Saat ditemukan, para korban dilaporkan telah berhasil melarikan diri dari lokasi kerja mereka karena kerap mendapatkan perlakuan kekerasan. Para korban saling bertemu saat melaporkan diri di KBRI Kamboja pada akhir November 2025 dan memutuskan untuk tinggal bersama karena ketakutan.
Perkiraan 600 WNI Masih Berada di Kamboja
Brigjen Mohammad Irhamni juga mengungkapkan bahwa masih ada sekitar 600 WNI yang berada di Kamboja, meskipun ia belum merinci kondisi mereka secara detail. Ia menekankan bahwa pemulangan WNI korban TPPO bukanlah perkara mudah dan memerlukan koordinasi lintas instansi.
“Di sana (Kamboja) masih ada warga negara kita kurang lebih 600 (orang) menurut informasi dari kedutaan,” kata Irhamni.
Ia menjelaskan bahwa 600 WNI tersebut tidak seluruhnya berada di satu perusahaan yang sama dengan sembilan korban yang telah dipulangkan, melainkan tersebar di beberapa tim dan lokasi yang berbeda. “Harapannya ke depan, itu data 600 orang itu lengkap ada. Dari mana asalnya dan bagaimana dia kondisinya di sana, kemudian dia bekerja di mana, lengkap sekali,” harapnya.






