Berita Orbit, Jakarta – Komisi Nasional HAM (Komnas HAM) telah resmi memberhentikan investigasi terkait kasus kematian Brigadir J alias alias Nofriansyah Yoshua Hutabarat. Keputusan ini disampaikan oleh Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR RI pada Senin 22 Agustus 2022.
“Kami dari internal sepakat bahwa kita (Komnas HAM-red) tidak akan melanjutkan investigasi lagi,” ujar Taufan Damanik.
Pemberhentian investigasi kasus kematian Brigadir J ini dilatar belakangi karena Polri saat ini telah berjalan sesuai dengan koridornya dalam mengungkap kasus ini.
Baca juga: Bareskrim Polri Ungkap Tak Ada Pelecehan Brigadir J ke Putri di Rumah Dinas Ferdy Sambo
“Kenapa, karena memang arah dari penyidikan kasus itu sudah on the track. Kalau di awal saya katakan nakal,” ungkapnya.
Berdasarkan hasil perkembangan kasus ini, Bareskrim Polri telah menetapkan lima orang tersangka yang diduga bersekongkol dalam rencana pembunuhan Brigadir J di rumah dinas mantan Kadiv Propam Polri.
Kelima tersangka ini antara lain Irjen Ferdy Sambo (FS), Bharada E alias Richard Eliezer, Brigadir RR alias Ricky Rizal, Kuat Maruf (KM), dan Putri Chandrawathi istri Ferdy Sambo.
Baca juga: Mahfud MD Sebut Pemeriksaan Kasus Ferdy Sambo Mengerikan Sekaligus Menjijikan
Sementara Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengungkap telah mengantongi bukti-bukti penting guna mengungkap kasus pembunuhan yang menimpa Brigadir J, bukti tersebut merupakan jejak digital adanya perintah untuk menghilangkan barang bukti setelah Yoshua dibunuh.
“Kami juga mendapatkan perintah untuk terkait barang bukti supaya dihilangkan-dihilangkan jejaknya, jadi jelas digital itu kami mendapatkan itu,” kata Choirul Anam.
Menurut Aman, sejak awal Komnas HAM telah meyakini adanya rintangan dalam proses hukum sejak awal hal itulah yang menjadi penyebab terhambatnya pengungkapan kasus pembunuhan ini.
“Itulah kami meyakini walaupun ini belum belum simpulkan, meyakini adanya obstruction of justice jadi ya menghalangi merekayasa, membuat cerita dan lain sebagainya yang itu membuat kenapa proses ini menghalangi hambatan dibuat terang benderang,” tuturnya.
“Tapi ketika kita mendapatkan berbagai rekam jejak digital itu, itu memudahkan kita semua sebenarnya untuk mulai membangun kembali fakta-fakta dan terangnya peristiwa,” sambung Anam.