Usut Kasus Kerangkeng Manusia, Hari Ini Komnas HAM Periksa Bupati Langkat

Berita Orbit – Komisi Nasional Perlindungan Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) berencana memeriksa Bupati Langkat non-aktif Terbit Rencana Perangin-Angin hari ini, Senin 7 Februari 2022 terkait kerangkeng manusia yang ditemukan di kediaman politikus Golkar tersebut.

“Siang ini diagendakan pihak Komnas HAM akan meminta keterangan dan informasi terhadap Bupati Langkat, Sumut,” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Senin 7 Februari 2022.

Mengingat status Terbit Rencana yang merupakan tersangka dalam kasus korupsi proyek di lingkungan Pemerintah Kabupaten Langkat, maka pemeriksaan akan dilakukan di di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Setiabudi, Jakarta Selatan.

“(Pemeriksaan bertempat di Gedung Merah Putih KPK,” kata Ali.

Kasus Korupsi Terbit Rencana

Dalam kasus dugaan korupsi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Langkat, KPK menetapkan 6 orang tersangka. Mereka antara lain, Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-Angin, Kepala Desa Balai Kasih Iskandar PA (juga saudara kandung Terbit), kontraktor Marcos Surya Abadi, Shuhanda Citra, Isfi Syahfitra, dan Muara Perangin-Angin.

Diduga, Terbit Rencana memerintahkan Plt Kepala Dinas PUPR Kabupaten Langkat Sujarno dan Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa Kabupaten Langkat Suhardi agar berkoordinasi dengan Iskandar untuk memilih perusahaan mana saja yang akan ditunjuk untuk melaksanakan proyek di Dinas PUPR dan Dinas Pendidikan Kabupaten Langkat.

Baca Juga  Kabar Rekaman CCTV Dihapus di Kanjuruhan Komnas HAM Berikan Respons

Untuk bisa terpilih mengerjakan proyek, Terbit Rencana mematok fee sebesar 15 persen dari nilai proyek untuk paket pekerjaan melalui tahapan lelang, dan fee sebesar 16,5 persen dari nilai proyek untuk penunjukkan langsung. Uang itu diserahkan melalui Iskandar dan dikelola olehnya.

Salah satu kontraktor yang melakukan praktik curang itu adalah Muara Perangin-Angin. Dengan menggunakan beberapa bendera perusahaan dan mengikuti sejumlah lelang proyek dengan total nilai paket sebesar Rp4,3 miliar.

Total uang suap yang ia siapkan adalah Rp786 juta. Uang itu ia serahkan kepada Marcos, Shuhanda, dan Isfi kemudian diserahkan kepada Iskandar.

Atas perbuatannya sebagai penerima suap, tersangka Terbit, Iskandar, Marcos, Shuhanda, dan Isfi selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Sedangkan sebagai pemberi, Muara disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Baca Juga  Lama! Masa Tunggu Haji Malaysia Hingga 141 Tahun Meski Dalam Kuota Normal

Penemuan Kerangkeng

Untuk melakukan pencarian bukti, penyidik KPK didampingi petugas dari Polda Sumatera Utara menggeledah kediaman Terbit Rencana. Betapa terkejutnya mereka ketika justru menemukan sebuah kerangkeng dengan 27 orang di dalamnya.

Selanjutnya, Polda Sumatera Utara, Komnas HAM, dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) melakukan penyelidikan atas penemuan kerangkeng ini.

Dari penyelidikan yang dilakukan LPSK didapati setidaknya tiga dugaan tindak pidana. Pertama, dugaan perampasan kemerdekaan seseorang atau lebih, oleh seorang lain atau beberapa orang lain secara tidak sah oleh orang yang tidak memiliki hak untuk merampas kemerdekaan tersebut.

Kedua, ialah dugaan tindak pidana perdagangan orang. Hal ini terkait dengan dugaan para tahanan itu diperintahkan untuk bekerja di kebun sawit secara paksa.

“Yang kedua ada dugaan terjadi tindak pidana perdagangan orang. Karena berkaitan dengan adanya pendayagunaan orang yang ada di dalam sel ini, untuk melakukan pekerjaan di kebun sawit atau perusahaan yang dimiliki oleh terduga pelaku secara paksa dan juga barang kali tidak memenuhi aturan di dalam ketenagakerjaan,” kata dia.

Terakhir, dikatakan bahwa kerangkeng itu adalah tempat rehabilitasi pengguna narkotika. Namun, berdasarkan temuan LPSK yang diperkuat oleh keterangan BNN setempat, Terbit Rencana tidak memiliki izin menggelar rehabilitasi.

Baca Juga  Jadwal SIM Keliling Kota Bogor Hari Ini, Rabu 3 Agustus 2022

“Ketiga, dugaan bahwa ini adalah suatu panti rehabilitasi yang ilegal. Ini dari BNN daerah sudah mengeluarkan pernyataan bahwa ini bukan panti rehabilitasi yang sah,” ujar Hasto.

Sementara itu Komnas HAM mendapati temuan adanya korban tewas yang diduga karena dianiaya di dalam kerangkeng tersebut. Dugaan itu berasal dari laporan keluarga salah satu penghuni kerangkeng.

Pada satu waktu, keluarga ditelepon pengelola kerangkeng bahwa anggota keluarganya meninggal dunia. Ketika jenazah hendak diambil, ternyata pihak pengelola telah memandikan dan mengafani jenazah sehingga tinggal dikuburkan.

Curiga dengan gelagat itu, keluarga membuka kafan di bagian muka dan benar saja, ditemukan bekas penganiayaan di sana.

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan kerangkeng itu telah beroperasi selama 10 tahun. Diperkirakan, ratusan orang sudah pernah mendekam di sana.

“Kalau yang kami dapat kan ratusan, tetapi ada satu video yang menyebutkan ribuan, makannya nanti kami akan mintai keterangan,” Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik dalam diskusi bertajuk ‘Mafia Kuat di Kerangkeng Langkat?’, Minggu, 6 Februari 2022.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *