Berita Orbit, Jakarta – Dolfie OFP Wakil Ketua Komisi XI DPR RI mempertanyakan soal subsidi kendaraan listrik, baik motor listrik maupun mobil listrik, yang angkanya menembus Rp80 juta.
Menurutnya, hal tersebut tidak ada dalam usul program pemerintah. “Kebijakan fiskal, rencana kerja pemerintah (RKP), dan rencana belanja pemerintah pusat, tidak terdapat kebijakan dan program terkait subsidi mobil listrik,” ungkapnya, Sabtu (17/12).
“Bahkan, nota keuangan yang disampaikan Presiden (Jokowi) kepada DPR juga tidak menyebutkan adanya program terkait mobil listrik,” lanjutnya.
Menurut politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu upaya penurunan emisi karbon yang telah memiliki landasan hukum adalah melaksanakan pajak karbon. Hal itu bisa dilaksanakan dengan peta jalan yang menetapkan target-target terukur.
Senada, Anggota Komisi XI DPR RI Didi Irawadi Syamsuddin turut mempertanyakan soal kebijakan subsidi kendaraan listrik yang digembar-gemborkan pemerintah melalui Kementerian ESDM hingga Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
Didi bahkan menyoroti secara khusus pernyataan Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita yang mengatakan pemerintah bakal memberikan subsidi sebesar Rp80 juta untuk pembelian mobil listrik dan Rp40 juta untuk mobil berbasis hybrid.
Sedangkan, pembelian motor listrik disubsidi Rp8 juta dan motor konversi Rp4 juta.
“Pernyataan semacam ini harus berbasis benefit and cost analysis dan hasilnya dipaparkan ke DPR atau masyarakat. Bukan diucapkan begitu saja,” kritik Didi.
Menurutnya, harga bersifat subsidi juga harus dilihat apakah bermanfaat, seperti sumbangan terhadap kebijakan ramah lingkungan lebih besar dibandingkan biayanya.
Politisi partai Demokrat itu mengkhawatirkan bakal terjadi persaingan antara Pertamina yang mempunyai otoritas di bahan bakar minyak (BBM) dengan PLN sebagai yang mengurusi listrik negara. Didi menggambarkan hal tersebut sebagai ‘kanibalisme antar BUMN’.
Ia juga mempertanyakan sejumlah dasar dari pemberian subsidi motor dan mobil listrik tersebut, dimulai dari segmen masyarakat yang disasar hingga kesiapan infrastruktur pendukung.
Didi merinci dua segmen masyarakat yang perlu dipertimbangkan sebagai target subsidi. Pertama, mereka yang bisa mengisi baterai listrik di rumah dengan daya listrik yang besar.
Kedua, masyarakat yang harus pergi ke tempat stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU).
“Jika segmen kedua yang dibidik, sebaran tempat recharge apakah sudah selaras dengan sebaran target pasarnya? Atau purposive hanya penduduk di kota tertentu? Semakin besar sebarannya secara geografis, semakin besar kemungkinan inefisiensi dalam pengadaan tempat recharge,” pungkasnya.