Soal Larangan Obat Sirop Anak Ikatan Apoteker Meminta Pemerintah Bijak
Berita Orbit, Jakarta – Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) meminta pemerintah bijak dalam mengambil keputusan melarang sementara obat sirop anak di Indonesia.
Hal ini terkait dengan 66 anak meninggal akibat gagal ginjal yang merebak di Gambia, Afrika. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyarankan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menghindari penggunaan parasetamol sirop.
“Kami dari IAI meminta lebih bijak dalam mengambil satu keputusan karena jangan sampai keputusan tersebut menimbulkan tantangan baru,” ungkap Juru Bicara Dewan Pakar IAI Keri Lestari Dandan, Rabu (19/10).
Keri memang menghormati keputusan pemerintah sebagai strategi kehati-hatian agar tidak ada anak-anak yang jatuh sakit gagal ginjal. Namun, menurutnya tidak semua obat sirop mengandung etilen glikol (EG) dan residunya.
Keri menyebut pada akhirnya konsumsi obat beralih ke puyer. Padahal tidak semua obat bisa dijadikan obat puyer.
Karenanya, pemilihan bentuk sediaan obat, antara sirop atau puyer, tidak bisa disamaratakan.
“Ada juga faktor risiko dan benefit yang kami pertimbangkan. Contoh misalkan ada anak-anak dalam kondisi sulit menelan jika diberi puyer, maka harus diberi sirop. Nah, ada yang biasa konsumsi obat sirup tidak masalah. jadi tidak semua terdampak,” imbuhnya.
Oleh karena itu, Keri mengatakan pihaknya sedang menyusun rekomendasi langkah bijak untuk menanggulangi risiko masalah ini. Apalagi, sejawat dokter Indonesia tidak mengklasifikasikan ini sebagai gagal ginjal, tapi anak dengan gangguan ginjal.
Lebih lanjut, IAI masih menunggu penjelasan dari Kemenkes tentang kadar EG yang diperbolehkan dalam obat sirop.
Keri menjelaskan, berdasarkan USP 43 tahun 2020, EG diethylene glycol adalah bisa jadi cemaran dari gliserin, propilen glikol, dan polietilena glikol (PEG).
“Mungkin saja EG pada sediaan yang mengandung gliserin/propilen dan kurang dari sama dengan 0,1 persen masih ditolerir. Yang jadi masalah jika diatas itu. ada juga PEG tidak boleh lebih dari 0,25 persen. Jadi temuan tersebut pada kadar berapa,” kata Keri.
Ia juga mengatakan pihaknya akan menelisik anak-anak yang mengalami gangguan ginjal tersebut. IAI akan mencari tahu makan dan obat apa saja yang dikonsumsi si anak.
“Jadi harus bijak. Karena kalau hanya satu obat, ini mudah melihatnya karena pengguna obat tersebut bakal terdampak. Tapi ini tidak. Jadi ada berbagai kemungkinan,” tandasnya.
Kemenkes telah menginstruksikan agar apotek maupun tenaga kesehatan di Indonesia untuk sementara ini tidak menjual atau meresepkan obat bebas dalam bentuk cair atau sirop kepada masyarakat.
Upaya itu dilakukan sebagai kewaspadaan atas temuan gangguan ginjal akut progresif atipikal yang mayoritas menyerang usia anak di Indonesia.
“Untuk sementara ini Kemenkes sudah mengambil langkah untuk menyelamatkan kasus yang lebih banyak, atau kematian yang berikutnya. Kita berhentikan sementara penggunaannya sampai selesai penelitian atau penelusuran kami,” ujar Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril.
Syahril menjelaskan dari temuan 206 kasus yang berdasarkan laporan 20 provinsi di Indonesia, 99 orang di antaranya dinyatakan meninggal dunia.