Berita Orbit – Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir (2010-2020), Indonesia mengalami penambahan jumlah penduduk mencapai 32,56 juta jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,25 persen per tahun. Kelompok usia 0-14 tahun mencatat jumlah populasi lebih dari 62,5 juta jiwa (Sensus BPS, 2020). Bahkan, pada 2020-2030 Indonesia disebut memasuki periode the windows of opportunity yaitu periode ketika jumlah penduduk berusia produktif meningkat dan jumlah penduduk berusia tidak produktif menurun.
Kondisi itu berarti beban dalam rumah tangga akan berkurang sehingga rumah tangga mampu meningkatkan tabungan atau bahkan berinvestasi yang otomatis akan membantu menggenjot perekonomian Indonesia.
Agar skenario itu berjalan baik, tentu kualitas sumber daya manusia perlu diperhatikan. Gemella dan Wongkaren dari Universitas Indonesia mengukur kualitas sumber daya manusia dengan menggunakan kemampuan kognitif anak sebagai ukuran.
Menurut sejumlah literatur, keterampilan kognitif selama masa kanak-kanak, remaja, dan dewasa awal dapat digunakan untuk memprediksi kesuksesan saat dewasa.
Perkembangan anak sendiri berkaitan erat dengan input yang diberikan oleh orang tua misalnya, kualitas makanan, tempat tinggal, pendidikan, dan interaksi waktu yang berkualitas. Jika input tersebut dipenuhi hampir bisa dipastikan perkembangan anak akan meningkat.
Penelitian yang dilakukan Becker (1981) menunjukkan waktu yang dihabiskan orang tua bersama anak adalah faktor terpenting dalam perkembangan dan modal manusia anak.
Di sisi lain, orang tua di Indonesia kerap kali overwork. Organisasi Buruh Internasional (ILO) mencatat sebanyak 24,9 pekerja perempuan bekerja lebih dari 49 jam per minggu dan 23,8 persen pekerja perempuan bekerja 40-48 jam per minggu. Sementara 34,2 persen pekerja laki-laki bekerja lebih dari 49 jam per minggu dan 32,8 persen pekerja laki-laki bekerja 40-48 jam per minggu.
Sebagai catatan, merujuk Undang-Undang 13 tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan, seseorang dapat dikatakan bekerja penuh ketika bekerja 40 jam seminggu.
Orang tua berada di tengah dilema, apakah menggunakan waktunya untuk bekerja dan menambah pendapatan atau menggunakan waktunya untuk merawat anak.
Untuk mengukur dampak jam kerja orang tua terhadap kemampuan kognitif anak, Gemella dan Wongkaren menggunakan variabel dependen berupa skor kognitif anak yang diperoleh dari Buku EK1 Indonesian Family Life Survey (IFLS) yang ditujukan untuk anak usia 7-14 tahun.
Sementara variabel independen yang digunakan adalah jam kerja ayah dan ibu tahun 2007 dan tahun 2014. Data diperoleh dari IFLS gelombang 4 tahun 2007 dan IFLS gelombang 5 tahun 2014.
Hasilnya, jam kerja orang tua memang berdampak negatif terhadap perkembangan kognitif anak. Ketika jam kerja ayah yang mengalami peningkatan 1 jam pada tahun 2007 (usia prasekolah) memiliki dampak signifikan secara statistik terhadap skor kognitif anak pada 2014 (usia sekolah). Hal ini disebabkan kurangnya waktu interaksi antara ayah dan anak dan stres yang dibawa ayah dari tempat kerja ke rumah.
Hal serupa terjadi kepada ibu. Ketika jam kerja ibu pada tahun 2007 (usia prasekolah) meningkat 1 jam, maka kognitif anak pada tahun 2014 (usia sekolah) akan mengalami penurunan. Artinya, jam kerja ibu juga memiliki cumulative effect terhadap skor kognitif anak pada tahun 2014.
Dampak negatif itu kemungkinan muncul karena kurangnya waktu interaksi yang berkualitas antara ibu dan anak sehingga perkembangan anak tidak maksimal.
Namun, jam kerja ayah pada tahun 2014 tidak berdampak signifikan terhadap perkembangan kognitif anak. Di sisi lain, jam kerja ibu pada tahun 2014 berdampak negatif secara signifikan terhadap skor kognitif anak pada tahun yang sama.
Karenanya, penelitian ini mengindikasikan pentingnya waktu orang tua, terutama ibu, dalam perkembangan kognitif anak. Namun, mengingat dilema yang dialami orang tua, maka pemerintah harus ikut turun tangan meningkatkan kualitas anak dengan tetap meningkatkan partisipasi wanita bekerja, misalnya dengan mengatur jam kerja untuk ayah dan ibu yang lebih fleksibel sehingga orang tua bisa mengusahakan kualitas anak dan pendapatan yang lebih baik secara bersamaan.