Berita Orbit – Puasa Ramadhan termasuk salah satu dari rukun Islam yang ketiga dan merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh seluruh umat Islam. Hal ini berdasarkan firman Allah dalam QS. Al-Baqarah 2:183.
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
Namun, tak banyak orang yang tidak bisa memenuhi rukun Islam tersebut karena berbagai uzur dan halangan yang memaksa. Oleh karena itu, sebelum memasuki bulan suci Ramadhan, umat muslim diwajibkan membayar hutang puasa (qadha) yang belum terbayarkan di bulan Ramadhan sebelumnya.
Kata Al-Qadha sendiri memiliki arti secara harfiah, yaitu melakukan, melaksanakan, mengerjakan, dan memutuskan. Sedangkan menurut ilmu Fiqh, Qadha dimaksudkan untuk pelaksanaan suatu ibadah di luar waktu yang telah ditentukan oleh syariat Islam. Jadi, puasa Qadha adalah puasa di hari lain di luar bulan Ramadhan sebagai pengganti hari yang telah ditinggalkan di bulan itu.
Berikut adalah niat untuk melaksanakan puasa qadha
Niat Puasa Qadha
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ لِلهِ تَعَالَى
Latin: Nawaitu shauma ghadin ‘an qadhaa’i fardhi syahri Ramadhaana lillahi ta’ala.
Artinya: “Aku berniat untuk mengqadha puasa bulan Ramadhan esok hari karena Allah SWT.”
Tata Cara Puasa Qadha
Mengqadha puasa Ramadhan tidak harus disegerakan, tetapi diberi waktu yang cukup luas. Seseorang yang menunda puasa Qadha karena udzur, misalnya karena lupa, sakit, hamil, atau uzur lainnya, hanya berkewajiban mengqadha tanpa harus membayar kaffarah (denda). Adapun tata cara melaksanakan puasa Qadha adalah sebagai berikut:
1. Puasa Qadha tidak harus dilakukan secara berurutan
Mayoritas Fuqaha sepakat bahwa disunnahkan melakukan Qadha secara berurutan. Akan tetapi, Qadha untuk puasa Ramadhan tidak disyaratkan harus berturut-turut maupun segera. Terserah seseorang akan menggantinya secara terpisah-pisah atau berurutan. Qadha harus segera dilaksanakan segera apabila jarak dari Ramadhan berikutnya tinggal beberapa hari.
2. Tidak sah melakukan puasa Qadha pada hari-hari yang dilarang untuk berpuasa
Tidak sah hukumnya untuk mengganti puasa Ramadhan di hari-hari yang dilarang, seperti hari id, hari tasyrik, hari syak, atau pada saat haid atau nifas.
3. Puasa Qadha diganti sesuai dengan jumlah hari
Jumlah hari yang harus diganti harus disesuaikan dengan jumlah hari di bulan Ramadhan ketika seorang muslim membatalkan puasanya. Namun, ketika jumlah hari puasa yang ditinggalkan tidak diketahui, disarankan untuk menentukan hari yang paling maksimal.
Bagi kamu yang belum mengganti hutang puasa Ramadhan tahun lalu, lebih baik segera untuk melaksanakannya karena bulan Ramadhan akan tiba sebentar lagi.
Perintah Untuk Mengganti Puasa Ramadhan
Puasa Ramadhan diwajibkan bagi orang-orang yang mampu untuk menjalankannya. Syarat wajibnya adalah Islam, baligh, berakal, suci dari haid dan nifas bagi wanita, menetap dan sanggup berpuasa.
Pada hakikatnya, puasa adalah menahan makan, minum, dan hawa nafsu di siang hari. Maka apabila semua atau salah satunya ditinggalkan, puasa menjadi batal dan tidak sah. Contohnya, apabila seseorang sakit di permulaan atau di pertengahan puasa, atau di salah satu hari di bulan Ramadhan, diperbolehkan untuk berbuka selama ia sedang sakit dan mengganti puasa yang ditinggalkan di kemudian hari sebagaimana firman Allah dalam Al-Baqarah 2:184.
“(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
Para Fuqaha bersepakat bahwa wajib mengqadha atas orang yang batal puasanya di bulan Ramadhan, baik karena uzur maupun tanpa uzur.
Sebab-Sebab Diperbolehkan Mengganti Puasa Ramadhan dengan Puasa Qadha
1. Sedang dalam perjalanan jauh
Perjalanan yang membolehkan pembatalan puasa ialah perjalanan jauh yang memperbolehkan pengqasharan shalat, kira-kira sejauh 89 KM. Dengan syarat, menurut Jumhur, perjalanan itu harus dilakukan sebelum terbit fajar. Mazhab Syafi’i menambahkan syarat, yaitu orang yang melakukan perjalanan bukan orang yang selamanya berada dalam perjalanan. Jika dia selamanya dalam perjalanan, seperti sopir, ia diharamkan untuk membatalkan puasa. Sehingga, orang yang dalam perjalanan (musafir) yang meninggalkan puasa, wajib menggantinya di lain hari di luar bulan Ramadhan.
2. Sakit
Penyakit yang membolehkan pembatalan puasa ialah penyakit yang jika seseorang berpuasa menimbulkan kesulitan yang berat atau menyebabkan kerusakan bagi dirinya. Begitu pula jika seseorang khawatir penyakitnya akan bertambah parah dan kesembuhannya memakan waktu yang lama apabila ia berpuasa. Namun, jika penyakit itu tidak membahayakan untuk berpuasa, puasa tidak boleh dibatalkan. Sebagai gantinya, mereka wajib membayar tebusan atau qadha.
3. Wanita hamil dan menyusui
Wanita hamil dan menyusui diperbolehkan untuk tidak berpuasa, dengan catatan keduanya merasa khawatir akan dirinya dan bayinya. Kekhawatiran itu bisa berupa kurangnya ketajaman akal, kerusakan, atau timbulnya suatu penyakit. Oleh karena itu, menurut mazhab Hanafi, jika wanita hamil atau menyusui tidak berpuasa, kedunya wajib mengqadha puasanya tanpa harus membayar fidyah. Sedangkan menurut mazhab Syafi’i dan Hambali, keduanya wajib mengqadha puasa dan membayar fidyah.
4. Orang dengan rasa lapar dan haus yang membahayakan
Berbuka boleh dilakukan bagi orang-orang yang lapar dan haus yang dapat menyebabkan kerusakan atas dirinya, seperti khawatir akan berkurang ketajaman akalnya dan khawatir akan keselamatan tubuhnya. Jika ia berbuka, maka wajib hukumnya untuk mengqadha.
5. Terpaksa
Menurut Jumhur, harus mengqadha puasanya apabila terjadi suatu kejadian yang tidak diinginkan yang memaksa seseorang harus membatalkan puasanya, seperti perempuan yang disetubuhi secara paksa atau dalam keadaan tidak sadar.