Komnas HAM Ungkap Aksi Keji Petugas Lapas Narkotika Yogyakarta Terhadap Napi

Berita Orbit – Komisi Nasional Perlindungan Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan adanya perlakuan kejam dengan intensitas tinggi terhadap warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Narkotika Klas IIA Yogyakarta. Temuan itu diperoleh setelah Komnas melakukan pemantauan dan penyelidikan.

 

Lebih rinci, perlakuan kejam yang dimaksud adalah kekerasan, perendahan martabat manusia, hingga pelecehan seksual.

 

“Banyak pelanggaran dalam hal kekerasan, perendahan martabat (manusia), pelecehan seksual,” kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik lewat keterangan tertulis pada Senin 7 Maret 2022.

 

Pada November 2021 lalu, mantan penghuni Lapas Narkotika Klas IIA Yogyakarta mengadu ke Ombudsman atas dugaan penyiksaan terhadap mereka. Vincentius Titih (35) mengatakan, saat para narapidana baru mendapat putusan dan dijebloskan ke penjara atau ditransfer dari rumah tahanan, para narapidana langsung disambut dengan penyiksaan oleh sipir dan petugas lapas.

 

“Jadi ada pelanggaran HAM di lapas narkotika kelas II Yogyakarta. Berupa penyiksaan warga binaan, begitu kami masuk itu tanpa kesalahan apapun kami langsung dipukuli,” kata dia di Lembaga ORI perwakilan DIY pada Senin 1 November 2022.

Baca Juga  Polri : Indra Kenz dkk Promosikan Binomo Aplikasi Legal Padahal Bodong

 

Berdasarkan pengakuan Vincent, para sipir dan petugas lapas akan memukuli warga binaan dengan kayu, selang, kabel, bahkan alat vital sapi.

 

“Alasan mereka karena kami residivis. Padahal saya waktu dikirim kesitu ada 12 orang, juga ada yang bukan residivis. Tetapi mereka juga mengalami penyiksaan seperti itu. Jadi tiga hari full kami disiksa,” ujarnya.

 

Vincent mengaku, seorang kawannya dipaksa bergulingan hingga muntah. Lalu para petugas lapas memaksa warga binaan itu memakan muntahannya. Ada pula yang dipaksa meminum air kencingnya sendiri.

 

Selain itu, para narapidana juga dilarang untuk beribadah.

 

Ketua Tim Pemantauan Komnas HAM Tama Tamba mengonfirmasi temuan itu. Hasilnya, penyiksaan itu memang benar adanya. “Terdapat sembilan tindakan penyiksaan kekerasan fisik,” ujar Ketua Tim Pemantauan Komnas HAM Tama Tamba dalam konferensi pers virtual, Senin 7 Maret 2022.

Baca Juga  Lagi, Muncul Netizen Sebut Kematian Eril Palsu: Sandiwara Politik Ridwan Kamil

 

Adapun penyiksaan itu di antaranya pemukulan dengan tangan kosong dan menggunakan alat. Alat yang digunakan di antaranya selang, kayu, kabel, alat pecut, dan penggaris. Selain itu petugas lapas juga menginjak-injak warga binaan dengan sepatu PDL, dan penyiksaan lainnya.

 

“Ditendang dan diinjak-injak dengan menggunakan sepatu PDL dan lain-lain,” tutur Tama.

 

Selain itu, Komnas HAM juga membenarkan kesaksian Vincent mengenai tindakan merendahkan martabat manusia

 

“WBP diminta memakan muntahan makanan, diminta meminum air seni, dan mencuci muka menggunakan air seninya. Pencukuran dan penggundulan rambut bahkan dalam kondisi telanjang,” ungkap Tama.

 

Berdasarkan temuan Komnas HAM aksi-aksi tidak manusiawi itu dilakukan dengan dalih pendisiplinan, misalnya sejumlah warga binaan diduga masih menjalankan praktik peredaran narkoba dari dalam lapas. Hanya saja, dalih sekadar dalih, penyiksaan tak bisa dibenarkan dengan alasan apapun.

Baca Juga  Pejabat Rebut Kursi Penyandang Disabilitas di Bandara Kualanamu, Ini Kata Dirut Garuda

 

“Walau tujuan tadi untuk mendisplinkan tapi kan mendisplinkan satu hal, hal lain yang namanya kekerasan, perendahan martabat tidak bisa ditoleransi,” ucap Taufan.

 

Karenanya, Komnas HAM menuntut Kementerian Hukum dan HAM mengevaluasi Lapas Narkotika Klas IIA Yogyakarta. Pemerintah sudah meratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan yang mencakup lembaga pemasyarakatan.

 

Ia mengatakan, standar HAM wajib diberlakukan kepada orang yang diperiksa, ditangkap, ditahan, dan diadili, serta berstatus narapidana.

 

“Jelas, standarnya orang nggak boleh alami kekerasan, penyiksaan, perendahan martabat, dibatasi komunikasinya. Meski komunikasi yang dimaksud disini sesuai prosedur dan jenis kejahatan. Orang tetap bisa komunikasi dengan keluarganya walau tentu tidak sama dengan orang bebas,” kata Taufan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *