Berita Orbit, Jakarta – Invasi Rusia ke Ukraina banyak mendapat dukungan di Indonesia, tapi ternyata tidak di dalam negeri Rusia sendiri. Pada Rabu 2 Maret 2022, 5 orang anak usia 7-11 tahun menggelar aksi unjuk rasa menolak invasi di Kedutaan Besar Ukraina untuk Rusia, tapi kepolisian Rusia langsung menangkap mereka dan menahan mereka di penjara.
Kejadian ini bermula kala anak-anak dan ibu mereka menggelar aksi unjuk rasa menolak invasi Rusia ke Ukraina di Kedutaan Besar Ukraina untuk Rusia pada Rabu 2 Maret 2022. Mereka menggelar aksi tabur bunga sebagai simbol duka sembari mengangkat poster-poster berisi seruan menghentikan perang.
Namun, baru beberapa saat berjalan, mereka langsung diringkus oleh aparat keamanan. Anak-anak itu pun dimasukkan ke dalam sel penjara.
“5 anak-anak usia 7-11 dan ibu mereka, Olga Alter dan Ekaterina Zavizion ditahan hari ini karena berusaha menabur bunga di Keduaan Besar Ukraina (dan juga–benar-benar kejahatan yang buruk!–anak-anak ini juga membuat poster!” tulis Alexandra Arkhipova, seorang dosen di Jurusan Sastra Universitas Negeri Rusia di akun Facebooknya.
Selanjutnya, anak-anak itu dan orang tua mereka diperiksa oleh kepolisian dan dibebaskan. Mereka hanya dijatuhi hukuman denda.
Meski begitu, pengalaman ditangkap dan ditahan berdampak mendalam bagi anak-anak tersebut. Arkhipova pun membagikan video anak-anak itu menangis di dalam penjara.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba membagikan foto anak-anak itu melalui akun Twitternya. Ia mengatakan, Putin tidak hanya berperang melawan tentara Ukraina tetapi juga anak-anak.
“Putin sedang berperang melawan anak-anak. Di Ukraina, misilnya mengenai taman kanak-kanak dan panti asuhan, sementara di Rusia David yang masih berusia 7 tahun, Sofia 9 tahun, Gosha dan Liza mengahabiskan malam mereka di balik jeruji besi di Moskos karena poster “NO TO WAR”. Sebegini mengerikannya pria ini [Putin],” kata Kuleba.
Total, Rusia telah menangkap 6000 orang karena menggelar aksi demonstrasi menentang perang. Rata-rata mereka harus membayar denda atau bahkan ditahan selama 7-25 hari. Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pun buka suara atas hal ini.
“Kami memahami sebagian besar dibebaskan dalam hitungan jam, beberapa dibebaskan setelah membayar denda, sementara beberapa lainnya dijatuhi hukuman penjara berkisar 7-25 hari dengan menggunakan berbagai pasal,” demikian keterangan tertulis Komisi Tinggi HAM PBB.
“Ada juga laporan mengenai penggunaan kekuatan memaksa yang tidak diperlukan oleh polisi selama dan setelah penangkapan”.