Inflasi Lampung Periode Juli 0,73 Persen
Berita Orbit, Lampung – Inflasi provinsi Lampung pada bulan Juli sebesar 0,7 persen. Hal tersebut disampaikan oleh Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Lampung. Angka ini lebih rendah dari bulan sebelumnya.
“Indeks Harga Konsumen (IHK) Provinsi Lampung pada Juli 2022 tercatat mengalami inflasi sebesar 0,73 persen (m to m),” ujar Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung Budiyono, di Bandarlampung, pada Selasa 2 Agustus 2022.
Menurut Budiyono, angka inflasi itu lebih rendah dibandingkan periode Juni di tahun yang sama yaitu sebesar 1,20 persen.
Baca Juga: Lampung Zona Merah PMK, Pengiriman Sapi ke Sejumlah Provinsi Disetop
“Sumber inflasi bulan ini dipengaruhi oleh beberapa komoditas seperti cabai merah sebesar 0,255 persen, angkutan udara sebesar 0,114 persen, bawang merah 0,091 persen, rokok kretek 0,064 persen, daging ayam ras 0,055 persen,” ucapnya.
Dia menjelaskan, inflasi pada periode Juli tertahan oleh adanya deflasi pada sebagian komoditas, di antaranya mobil, minyak goreng, sampo, kangkung, dan obat gosok.
“Andil masing-masing komoditas yang mengalami deflasi untuk minyak goreng sebesar minus 0,127 persen, mobil minus 0,025 persen, sampo minus 0,016 persen, kangkung minus 0,010 persen, dan obat gosok minus 0,009 persen,” kata dia.
Menurut dia, penurunan harga komoditas minyak goreng pada Juli disebabkan adanya pemenuhan Domestic Market Obligation (DMO) untuk CPO yang berjalan semakin baik dan berlanjutnya penurunan harga CPO dunia.
Baca Juga: Polisi Amankan Pelaku Penimbunan Ribuan Liter BBM di Lampung Timur
“Sementara itu Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Lampung pada Juli tercatat sebesar 102,35 lebih rendah 2,05 persen jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya,” tambahnya.
Budiono mengungkapkan, KPw BI Provinsi Lampung memprakirakan inflasi pada akhir tahun 2022 akan sedikit lebih tinggi dari batas atas kisaran target inflasi, dan kembali ke dalam kisaran target 3±1 persen pada tahun 2023.
“Oleh karena itu, terdapat beberapa risiko yang perlu di mitigasi, seperti risiko ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tidak menentu seiring percepatan normalisasi kebijakan moneter Bank Sentral, risiko pelarangan ekspor gandum oleh India,” ujar dia.
Selanjutnya, peningkatan permintaan seiring dengan meningkatnya mobilitas karena kembali diselenggarakannya work from office (WFO) dan sekolah tatap muka, risiko kelompok Administered Price seperti penerapan fuel surcharge sebesar 10 persen untuk penerbangan kelas ekonomi seiring dengan adanya kenaikan harga minyak mentah dunia. Lalu ada risiko pada kelompok Volatile Food (VF).
“Oleh karena itu Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) bersama Satgas Pangan perlu melakukan penguatan, peningkatan sinergi serta komitmen bersama untuk memastikan keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi efektif,” kata dia lagi.