Berita Orbit – Selain Demak, Cirebon yang berada di Provinsi Jawa Barat juga dikenal dengan sebutan Kota Wali. Bukan tanpa alasan, dahulunya Cirebon memang merupakan kerajaan Islam ternama dan pertama di Jawa Barat yang berdiri pada abad ke-15 dan 16 Masehi.
Sebagai Kota Pelabuhan, Cirebon menjadi “jembatan” bagi dua kebudayaan yang berbeda, yaitu Sunda dan Jawa. Karenanya, Cirebon memiliki kebudayaan yang unik dan menarik.
Sejarah Cirebon bermula saat Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati dinobatkan sebagai Sultan Cirebon pada 1476. Sebelumnya, Cirebon berada di bawah pendudukan Kerajaan Pajajaran. Sunan Gunung Jati merupakan anak dari Syarif Abdullah Umdatuddin Azmatkhan atau Raja Champa dari Panduranga (sekarang Provinsi Ninh Thuan, Vietnam) yang berkuasa dari tahun 1471-1478.
Singkatnya, pada masa pemerintahan Sunan Gunung Jati (1479-1568), Kerajaan Cirebon mencapai puncak kejayaannya dengan membangun infrastruktur besar-besaran, seperti memperluas Keraton, membangun Masjid Keraton, dan membangun benteng yang mengelilingi Kerajaan Cirebon.
Sebagai sesama kerajaan Islam di pantai utara Jawa, Kerajaan Cirebon telah berjasa membantu Kerajaan Demak dalam melakukan penaklukan Sunda Kelapa dan Banten pada 1526-1527. Tujuannya adalah menggagalkan Portugis yang berniat membangun benteng di Sunda Kelapa. Penaklukan Cirebon dan Demak atas Banten dan Sunda Kelapa dipimpin oleh Fatahillah dari Samudra Pasai, seorang Panglima Perang Kesultanan Demak yang merupakan menantu Sunan Gunung Jati.
Sistem politik yang dikembangkan oleh Sunan Gunung Jati didasarkan pada asas desentralisasi yang berpola kerajaan pesisir, yang menjadikan pelabuhan sebagai bagian penting dan pedalaman sebagai unsur penunjang. Alhasil, Kerajaan Cirebon menjadi armada dagang Nusantara yang terkemuka di mancanegara.
Sunan Gunung Jati berhasil menarik perhatiaan beberapa negara seperti Portugis, Cina, dan Arab untuk bertransaksi. Selain kepiawaiannya dalam membangun ekonomi, Sunan Gunung Jati yang seorang wali, berhasil menyebarkan ajaran agama Islam dengan memanfaatkan budaya lokal dan asing yang berpengaruh. Oleh sebab itu, kebudayaan Cirebon berkembang menjadi budaya yang sangat khas dan kaya, terbentuk dari berbagai budaya Demak, Majapahit (Jawa), Islam, Cina, bahkan Portugis.
Melihat catatan sejarah, Cirebon dulunya adalah sebuah dukuh kecil yang didirikan oleh Ki Gedeng Tapa. Menurut Sulendraningrat yang merujuk pada naskah Babad Tanah Sunda dan Atja pada naskah Carita Purwaka Caruban Nagari, dukuh Cirebon berkembang menjadi sebuah perkampungan ramai dan diberi nama Caruban (Bahasa Sunda: campuran). Nama Caruban diberikan karena dulunya, Cirebon memiliki banyak percampuran para pendatang dari berbagai macam suku, agama, bahasa, adat istiadat, dan mata pencaharian yang beragam.
Para pendatang datang ke Cirebon dengan tujuan untuk menetap atau hanya sekedar berdagang. Tidak hanya pergi berlaut, kedatangan mereka membuat mata penghidupan masyarakat di Cirebon semakin beragam, seperti menangkap ikan dan udang kecil (rebon) yang digunakan sebagai bahan dasar membuat terasi. Air bekas pembuatan terasi inilah yang akhirnya menjadi cikal bakal nama Cirebon. “Cai” yang berarti air dan “Rebon” berarti udang, hingga akhirnya berkembang menjadi Cirebon yang kita kenal sekarang ini.
Setelah Belanda masuk ke Indonesia, Belanda berhasil menghapus kekuasaan pemerintahan Kerajaan Cirebon, dan disahkan menjadi kota dengan nama Gemeente Cheirebon pada tahun 1910-1937, dengan luas wilayah 1.100 Hektar dan berpenduduk 200.000 jiwa. Setelah tahun 1942, Kota Cirebon diperluas menjadi 2.450 Hektar. 15 tahun setelahnya, status pemerintahan Cirebon menjadi Kota Praja dengan luas 3.300 Hektar. Hingga akhirnya pada tahun 1965, Kota Cirebon ditetapkan sebagai Kota Madya dengan luas 3.600 Hektar.
Menelusuri Cirebon dan kawasan pantai utara Jawa Barat memang banyak dijumpai peninggalan yang berkaitan dengan sejarah Kerajaan Cirebon dan Islamisasi di Jawa Barat. Hingga sekarang, Kota Cirebon identik dengan julukan kota islami di Jawa Barat karena Cirebon memiliki ruang keislaman, ruang sosialiasi, atribut kota wali, keagamaan, dan kebudayaan. Akibatnya, objek wisata di Cirebon sangat kental dengan nuansa Islam, seperti Keraton Kasepuhan Cirebon, Keraton Kanoman Cirebon, Makam Sunan Gunung Jati, Masjid Agung Kasepuhan Cirebon, Masjid Merah Panjunan, dan Petilasan Sunan Kalijaga.