Anggota DPRD Sulteng “Buron” Kejaksaan Negeri Palu
Berita Orbit, Palu –Dilansir dari Joernalinakor.com, Seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Tengah dari Partai Nasdem, Yahdi Basma, terpaksa dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh Kejaksaan Negeri Palu, karena tidak memenuhi panggilan kejaksaan untuk dieksekusi ke lembaga pemasyarakatan sebagai terpidana dalam perkara pencemaran nama baik mantan Gubernur Sulawesi Tengah, Drs. H. Longki Djanggola.
Informasi tentang “hilangnya” Yahdi Basma itu, dibenarkan Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Nageri Palu, I Nyoman Purya, kepada wartawan pekan lalu di Palu.
Menurut Nyoman, pihaknya selaku eksekutor atas Putusan Kasasi Mahkamah Agung itu, setelah melayangkan surat pemberitahuan eksekusi beberapa kali kepada yang bersangkutan, namun hal itu tidak diindahkan dan yang bersangkutan tidak memberitahu tentang keberadaannya.
Atas keadaan itu, lanjut Nyoman, maka pihaknya telah meminta bantuan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah untuk mencari dan menemukan Yahdi Basma sebagai seorang terpidana.
Prosedur pencarian orang itu, menurut Nyoman, dilakukan secara berjenjang dari kejaksaan negeri ke kejaksaan tinggi hingga ke Kejaksaan Agung melalui Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen, “Dari Kejagung surat pemberitahuan DPO diedarkan ke segenap jajaran kejaksaan di seluruh Indonesia,”ujar Nyoman.
Pihak Kejari Palu pun, lanjut Kasi Intel Kejari mengungkapkan, jika pihaknya senantiasa tetap melakukan pemantauan dan pencarian yang bersangkutan, sehingga segenap petugas Kejaksaan Negeri Palu, ungkapnya, dikerahkan untuk mencari “Aktivis 98” itu. Bukan hanya itu, kepada seluruh masyarakat yang mengetahui keberadaan yang bersangkutan, diminta untuk segera melaporkan ke Kejaksaan Negeri Palu, dan pihak pelapor tentu sangat dirahasiakan identitasnya oleh kejaksaan.
Yahdi Basma sendiri dijatuhi hukuman penjara 10 bulan dan denda sebanyak IDR. 300 juta subsider satu bulan kurungan berdasarkan Putusan Mahkamah Agung. Perkara itu sendiri merupakan pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang menyebabkan terjadinya pencemaran nama baik, Drs. Longki Djanggola, pada saat sebagai Gubernur Sulawesi Tengah.
Anggota DPRD Provinsi Sulawesi Tengah dari Partai Nasdem yang juga pernah menjadi Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulawesi Tengah itu, dipersalahkan karena menyebarkan “koran editan” dengan judul berita, “Longki Djanggola Membiayai Aksi People Power si Sulteng”.
Atas berita melalui akun media sosial itu, Longki mengadukan Yahdi ke Polda Sulawesi Tengah, karena akibat pemberitaan itu dirinya merasa dirugikan. Pihak kepolisian pun tidak segera merespons pengaduan itu, sehingga Longki diberitakan pernah langsung mempertanyakan kelambatan proses penanganan perkara itu ke pihak penyidik Polda Sulteng.
Saat perkara ini sedang bergulir, Wakil Ketua Umum Partai Nasdem, Ahmad M. Ali, S.E., ketika menjabat Bendahara Umum Partai Nasdem, pernah berjanji akan memecat Yahdi Basma, jika terbukti penyebarkan berita “hoax”. Hal itu disampaikan langsung Sekretaris DPW Partai Nasdem Sulteng, Muslimun Kimun kepada wartawan, Jumat (5/7/2019) lalu.
Hanya saja, hingga Yahdi dijatuhi pidana oleh Pengadilan Negeri Palu, Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah, hingga Mahkamah Agung, dia masih tetap menyandang anggota Partai Nasdem dan tetap menjadi anggota DPRD Sulteng, meski sejak adanya informasi tentang putusan Mahkamah Agung yang menguatkan dua tingkat pengadilan sebagai judex factie itu, dirinya sudah mulai menghilang dan tidak masuk kantor untuk melaksanakan tugas-tugas sebagai anggota legislatif.
Sikap Yahdi Basma yang memilih “menghilang”, karena vonis 10 bulan itu, dinilai banyak pihak di Palu, sebagai sikap seorang pengecut dan tidak bertanggungkawab, sebagai seorang warga negara yang harus taat dan patuh atas putusan pengadilan, “mestinya sebagai anggota dewan, harus memberi contoh yang baik,” ujar salah seorang di Palu.
Alumni Fakultas Hukum Universitas Tadulako ini, dalam keseharian dia, ungkap salah seorang sumber di Palu, merupakan seorang yang berpikiran kritis dan acapkali melontarkan narasi yang bernada koreksi atas kebijakan pemerintah daerah dan terhadap tindakan-tindakan aparat penegak hukum yang dinilainya tidak sesuai dengan prosedur hukum dan tidak berkeadilan.
Informasi yang dihimpun wartawan di Palu menyebutkan, Yahdi Basma saat ini sedang mengupayakan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung, hanya saja meski dirinya sedang melakukan “Upaya Hukum Luar Biasa” itu, namun suatu asas hukum yang menjadi pegangan eksekutor menegaskan bahwa, “Peninjuan Kembali Tidak Menunda Eksekusi”, dan hal ini tentu sangat dipahami dan dimengerti seorang Yahdi Basma selaku sarjana hukum. (***)