Jakarta – Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) memberikan kritik terhadap 2 tahun pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Ma’ruf Amin. Ada lima hal yang menjadi sorotan GMKI.
Ketua Umum PP GMKI Jefri Gultom menyebut beberapa capaian dua tahun periode kedua Presiden Jokowi. Mulai penanganan pandemi virus Corona (COVID-19) hingga pertumbuhan ekonomi.
“Kita mengapresiasi kinerja pemerintah, khususnya penanganan COVID-19, yang berhasil dikendalikan sampai saat ini dan tingkat kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan vaksinasi yang tinggi. Kemudian pemerintah juga berhasil mengendalikan ekonomi sehingga dapat tumbuh hingga 7,07 persen di kuartal II-2021,” ujar Jefri dalam keterangannya, Kamis (21/10/2021).
Namun Jefri memberikan lima catatan terhadap pemerintahan Jokowi-Ma’ruf, yaitu soal angka kemiskinan, pemberantasan korupsi, penegakan hukum, pendidikan, dan demokrasi.
Menurut Jefri, meskipun ekonomi tumbuh, tetap penduduk miskin dan pengangguran juga meningkat pada 2020-2021. Jefri mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) soal angka kemiskinan dari Maret 2020 hingga Maret 2021.
“Peningkatan sebesar 1,12 juta orang. Dalam tahun yang sama, tingkat pengangguran meningkat hingga 1,82 juta orang. Hal ini tentu tidak seiring sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, yakni 7,07 persen,” katanya.
“Undang-Undang Cipta Kerja yang disahkan pada 2020 ikut memperburuk situasi tenaga kerja karena hanya mementingkan kemudahan investasi bagi para pengusaha. Pada visi-misi Joko widodo-Ma’ruf Amin tahun 2019 menekankan reformasi ketenagakerjaan, namun faktanya pengangguran meningkat,” ujarnya.
Kemudian, soal pemberantasan korupsi, Jefri menyebut Presiden berkomitmen memberantas korupsi. Namun terdapat dua menteri di Kabinet Indonesia Maju yang ditangkap oleh KPK, dan juga ada polemik soal tes wawasan kebangsaan (TWK) yang yang mengakibatkan 57 orang pegawai dipecat.
“Dua menteri Kabinet Indonesia Maju ditangkap KPK dan mencoreng wajah pemerintah. Belum ada keseriusan pemerintah dalam memberantas korupsi. Hal ini dapat dilihat adanya kebijakan pengalihan status kepegawaian KPK hingga 57 orang dinyatakan tidak lolos dalam tes wawasan kebangsaan,” ucap Jefri.
“Hal ini kontradiktif dengan pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyatakan TWK tidak boleh menjadi dasar pemberhentian pegawai KPK, sehingga ada inkonsistensi dalam tindakan pengelolaan pemberantasan dan pencegahan korupsi,” katanya.